![]() |
Sabar Siagian Direktur CV INTAN BANGUN PERSADA |
Cakrawalamediajambi.com,.- Praktik pengadaan proyek infrastruktur di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Jambi kembali disorot publik. Dugaan kuat munculnya intervensi kekuasaan dan praktik pengondisian dalam proses tender melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) kian terbuka.
Proses lelang yang seharusnya transparan dan akuntabel, kini dituding sebagai panggung sandiwara yang sarat kepentingan elite politik dan oknum birokrasi.
Keluhan terbuka disampaikan
oleh sejumlah penyedia jasa konstruksi dan pengurus asosiasi kontraktor pada
beberapa redaksi media lokal dan nasional. Sabar Siagian Direktur CV INTAN
BANGUN PERSADA mengatakan proses tender proyek di bidang Bina Marga Dinas PUPR Kota
Jambi hanya dijalankan sebagai formalitas belaka karena sebelum tender sudah
ada pemenangnya.
Sabar Siagian mengatakan, Baru
masuk tahap evaluasi administrasi saja, arah pemenang sudah bisa ditebak. Kami
tahu tekanan itu nyata, dan datang dari lingkaran kekuasaan,” tandas nya
Sudah menjadi rahasia umum Jika pesanan tak dipenuhi, lelang bisa saja dibatalkan sepihak oleh pihak
pengadaan. Dugaan praktik ini ditengarai berjalan secara TSM Terstruktur,
Sistematis, dan Masif. Pola pengondisian serupa juga disebut terjadi dalam
kasus pengadaan proyek Dinas PUPR Kota Jambi.
Indikasi serupa muncul dalam paket proyek seperti Pembangunan Jembatan Jalan Sari Bakti.
Pemenang proyek diduga telah dikondisikan jauh
sebelum pengumuman lelang. Skema ini memperkuat dugaan bahwa proses tender LPSE
sekadar alat legalitas palsu yang menutupi praktik gratifikasi, suap, hingga
pencucian uang.
Kalau pemenang tender
ditentukan bukan berdasarkan evaluasi objektif, melainkan atas dasar pesanan
elite, itu adalah bentuk penyalahgunaan wewenang. Jika aliran dana proyek
digunakan untuk membayar ‘fee pesanan’ atau ‘setoran’, maka itu masuk ranah
pencucian uang. Ada unsur kejahatan berlapis di sana.”
Jangan biarkan LPSE hanya
jadi alat legalisasi korupsi. LKPP harus buka suara, jangan hanya jadi
penonton. Ini ancaman serius terhadap integritas anggaran public. Jika tidak
ditindak, praktik kotor ini dikhawatirkan mengakar dan melemahkan sistem
pengadaan nasional. Lebih jauh, proyek infrastruktur akan berubah menjadi
bancakan kelompok elite politik yang menjadikan uang negara sebagai sumber
kekayaan instan.
Persekongkolan Tender
Persekongkolan tender dalam
pedoman Pasal 22 UU 5/1999 oleh KPPU, dijelaskan menjadi 3 (tiga) jenis sebagai
berikut:
1.
Persekongkolan Horizontal
Persekongkolan horizontal
adalah persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan
jasa dengan masing-masing pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. para
pelaku usaha bekerja sama untuk memenangkan suatu proyek pemerintah tanpa
memperhatikan persaingan yang sehat. Hal ini tentunya memberikan kerugian bagi
pelaku usaha lain yang memiliki kompetensi mumpuni untuk dapat memenangkan
proyek secara sehat.
2.
Persekongkolan Vertikal
Persekongkolan vertikal terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia lelang atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pengusaha. Panitia lelang menggunakan atau menyalahgunakan kewenangannya untuk mengambil keuntungan melalui kerjasama dengan salah satu pelaku usaha peserta untuk memenangkan tender pemerintah.
Hal ini tentu sangat disayangkan karena
pemerintah yang diwakili panitia lelang harus adil dan transparan kepada semua
pihak, baik pelaku usaha maupun panitia.
3.
Persekongkolan Horizontal dan Vertikal
Persekongkolan jenis ini adalah persekongkolan yang terjadi antara panitia lelang atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pengusaha dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa.
Persekongkolan ini melibatkan beberapa pelaku usaha peserta tender sehingga sejak awal sudah diketahui siapa pemenangnya. Secara umum, bentuk persekongkolan ini dapat disebut sebagai kecenderungan fiktif dimana tender ini hanya formalitas atau secara administratif dilakukan secara tertutup.
Tazky